It's me...

It's me...

Rabu, 27 Oktober 2010

The Story of Nineteenth Girl...

"19"....
Itulah angka yang melekat pada dirinya. urutan ke 19 atau mungkin orang ke 19 di dalam kelompoknya. Kelompok yang akhirnya dikenal sebagai generasi. suatu bagian dari sebuah kehidupan yang begitu berharga. Penuh warna, penuh kisah dan penuh peristiwa. 88 Para Utusan, itulah tujuan akhir yang ingin diwujudkan.

Tidak pernah terbayangkan dalam benak gadis 19 sebelumnya akan kehidupan yang seperti ini. Penuh kejutan dan penuh kontroversi. Setidaknya itulah yang ia temukan disana. Di sebuah tempat yang tidak hanya sebagai pengalaman berharga, tapi juga sebuah lingkungan yang mendidiknya untuk berpikir dewasa dan merubah apa-apa yang ada di dalam pikirannya selama ini. Tempat yang tidak akan pernah ia lupakan. setiap kisah dan kenangan yang ia tuliskan disana begitu membekas dan menancap kuat di hatinya. Walaupun sebenarnya, tidak semua kisah yang ia temukan adalah kisah indah dan bahagia. Terdapat jurang-jurang, bebatuan, kerikil, duri dan tanjakan dalam setiap langkahnya. Tapi, karena semua itulah ia belajar untuk bertahan dan memahami seberapa kuat dirinya dalam hidup ini.

Tidak semua orang mengenalnya. dan tidak semua orang bisa memahaminya . Bahkan teman terdekatnya sekalipun masih menemukan misteri dan teka-teki dalam dirinya. Gadis ke-19 pun menyadari itu. Dia menyadari keberadaannya di tengah-tengah para utusan. Selama bersama mereka, banyak yang ia dapatkan tetapi banyak juga yang ia tinggalkan. Mereka, para utusan mungkin melihat itu. Tapi, ia yakin tidak semua dari mereka memahami hal tersebut. Hanya segelintir orang yang tahu apa sebenarnya dan apa yang ia rasakan sesungguhnya kepada para utusan-utusan itu. Bukannya takut untuk mengungkapkan, tapi gadis 19 cendrung malas dan tidak ingin menorehkan kekecewaan yang berlarut-larut dalam dirinya. alasannya, karena dari awal ia telah menemukan kesalahan dalam kehidupannya bersama mereka.

Segelintir dari mereka mengatakan bahwa ia KRITIS. Memang, dan itulah kenyataannya. Bahkan karena saking kritisnya ia hampir tidak bisa menerima kenyataan yang ada di hadapannya. Ia telah berusaha untuk bersabar dan memahami. Bahkan mungkin ia telah lelah sebelum mengetahui hasil dari usahanya sendiri. Di tahun pertamanya ia menemukan bahwa hidupnya penuh dengan kesalahan-kesalahan yang fatal, tapi perlahan ia mencoba menerima itu semua. Ia tetap berjalan mengikuti apa yang seharusnya ada disana dan mencoba mengikuti alur yang ada. tetapi, batinnya memberontak, Ia tidak bisa menerima itu karna itu bukan dirinya. Ia mencoba melawan, tapi tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia kasihan dengan dirinya yang begitu lemah dan tidak punya kekuatan apa-apa. Ia merasa semua yang ia miliki terkubur begitu saja. pada akhirnya ia memilih untuk cuek dan tidak peduli dengan lingkungannya. "Ya,Terserah". Itulah yang ada di hatinya, keengganan untuk menambah pikirannya disebabkan karena ia bukan siapa-siapa saat itu. Mungkin ia memang bersalah dari awal. Tapi itu bukan keinginannya dan bukan rencananya. Ia menyadari sebagian besar dari mereka tidak bisa menerima itu. Dan mungkin memang benar, ia berbeda dari yang lainnya. Ia terlalu angkuh untuk memikirkan dan mencair bersama keadaan disekelilingnya. Setidaknya itulah pikiran mereka tentang sisi buruk dirinya.

Tahun kedua adalah tahun penuh kebahagiaan bagi dirinya. Itu adalah saat-saat dimana ia berusaha untuk bebas dan terlepas dari kekangan yang melilitnya. Ia begitu menikmati hidupnya dan sifat cueknya semakin menjadi-jadi. sebenarnya, ia telah memunculkan harapan di dalam dirinya untuk berpikir bersama mereka. Tetapi, ia tahu harapan itu mustahil. Ia menemukan jawaban bahwa Objektivitas mustahil untuk dihargai karena Subjektivitas yang merajalela. Tidak hanya dirinya, ia menemukan segelintir orang yang berpikiran sama dengannya. bahkan, ada beberapa orang yang justru lebih menyedihkan dan sangat menyedihkan jika dibandingkan dengan dirinya. Apa yang ia rasakan masih terlalu dangkal karena sesungguhnya ia telah melarikan diri dari awal begitu ia tahu dirinya tidak memiliki harapan.

Lepas, Cuek dan Tidak peduli. Terpaksa ia lakukan. Hidupnya berjalan sesuka hatinya dan gadis 19 sukses menjadi arsitek dalam hidupnya. Bahagia, itulah yang ia rasakan di tahun kedua. Hanya memikirkan dirinya dan sangat egois. Tapi, ia bahagia dan ia mendapatkan dirinya kembali. Semuanya berjalan dengan baik dan ia benar-benar menghargai hidupnya. Ya, itulah tahun keduanya yang diliputi perasaan bahagia. Kekecewaan yang dialaminya di tahun pertama membuat hatinya beku terhadap segala sesuatu di luar dirinya.

Kini, tahun ketiga berjalan. Gadis ke 19 mulai tenang dalam hidupnya. teman-teman barunya yang ia temukan untuk berbagi membuatnya semakin kuat dan yakin dengan apa yang telah ia lakukan. Sejujurnya, ia menyesal dengak ketidak peduliannya selama ini. Ia tahu, semuanya telah berada diujung tanduk. Namun, dengan sisa-sisa kebekuan hatinya ia mencoba untuk memperbaiki keadaan walau hanya satu hal. Susah, tentu saja. Dan sangat rumit. Masalahnya bukan hanya ada pada dirinya, tapi juga pada semua yang ia temui. Pikirannya terbagi antara pertaruhan masa depan dan tindakan penebus kesalahan. Dia tidak ingin menyesal, karena itulah ia berusaha merubah keadaan. Ia tidak akan meninggalkan dirinya. Karena ia tidak ingin kehilangan karakternya yang telah ia temukan. sekarang, ia hanya bisa berusaha dan hanya waktu yang bisa menjawab hasilnya.

Sejujurnya, dari hatinya yang terdalam, Ia sangat menyayangi mereka. baginya, utusan-utusan itu adalah saudara yang lebih dari sekedar saudara. Ia mungkin tidak sepenuhnya memahami mereka karena tidak ada yang sama dan benar-benar satu. tapi, ia bisa membaca karakter yang ada pada mereka. Ia bisa menerima setiap kesalahan dan kebaikan yang ada pada mereka untuk saat ini. karena bagaimanapun ia telah berjanji untuk menyayangi saudaranya. Gadis 19 akan selalu ada bersama 87 orang lainnya. Walaupun suatu saat mereka semua akan bersimpang jalan, tapi selama jalan itu satu dan lurus ia berjanji tidak akan menyia-nyiakannya. Ia hanya ingin satu hal, kesalahan itu terhapus dan semuanya berakhir dengan indah. Karena sesungguhnya ia merasa begitu beruntung ada di tengah-tengah mereka dan menjadi bagian dari para utusan.